Minggu, 05 Mei 2013

Tugas Minggu 4

Nama               : Erni Rismayana

NPM               : 22211475

Mata Kuliah    : Aspek Hukum dalam Ekonomi


HUKUM PERIKATAN


Definisi Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang besusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang – undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi “akibat hukum”. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Jika dirumuskan, perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiaban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPerdata terdapat tiga sumber yaitu :

1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan
2.      Perikatan yang timbul dari undang – undang
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam – macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis dano vereenkomst, yaitu :

-          Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis persetujuan untuk overeenkomst.

-          Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.

-          Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi “verbintenis” yaitu : (1) Perikatan, (2) Perutangan, (3) Perjanjian

Sedangkan untuk istilah “overeenkomst” dikenal juga istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu : perjanjian dan persetujuan. Untuk menemukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna terdalamnya arti istilah masing – masing. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya memikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau “hubungan”. Maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisi verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. Sedangkan untuk istilah overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka istilah overeenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.

Asas – Asas Dalam Hukum Perikatan

-          Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338 : 1 KUHPerdata.

-          Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.

-          Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
·           Pengecualian : 1792 KUHPerdata 1317 KUHPerdata
·           Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata

-          Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum : 1338 : 1 KUHPerdata.

PERJANJIAN

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun di dengar perkataannya yang berupa janji.

ASAS PERJANJIAN

Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya.

  1. Asas sistem terbuka hukum perjanjian
Hukum perjanjian yang diatur di dalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat di dalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.

  1. Asas Konsensualitas
Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir sejak konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.

  1. Asas Personalitas
Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorang pun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.

  1. Asas Itikad baik
Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :

-          Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
-          Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.

  1. Asas Pacta Sunt Servada
Asas ini tercantum di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi mereka yag membuatnya”.
Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan – ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang – Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.

  1. Asas force majeur
Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.

  1. Asas Expetio non Adiempletie Contractus
Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa kreditur pun telah melakukan seuatu kelalaian.

Syarat Sahnya Perjanjian

  1. Syarat Subjektif
-          Keadaan kesepakatan para pihak
-          Adanya kecakapan bagi para pihak

  1. Syarat Objektif
-          Adanya objek yang jelas
-          Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum

Sebelum meninjau wanprestasi ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal yang dimaksud dengan prestasi. Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing –masing dan mereka sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam Perikatan untuk melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesutu itu merupakan sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa:

-   Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli dan pembeli meyerahkan uangnya kepada penjual).

-          Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan dan perusahaan membayar upahnya).

-    Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang bekerja).

Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat – atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanprestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:

-          Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
-          Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
-          Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.
-          Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjajian tidak boleh dilakukan.

Kapan tepatnya debitur melakukan wanprestasi?
Menjawab pertanyaan ini gampang-gampang sulit. Gampang karena pada saat membuat perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Dengan lewatnya waktu tersebut tetapi hak dan kewajiban belum dilaksanakan, maka sudah dapat dikatakan terjadi wanprestasi.

Waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak berbuat melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu”.

Jika dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus dilaksanakan, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanakan suatu perbuatan”. Di sini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilaksanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Untuk keadaan semacam ini, menurut hukum perdata, penentuan wanprestasi didasarkan pada surat peringatan dari debitur kepada kreditur – yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran). Dalam peringatan itu kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalam suarat peringatannya. Dengan lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam surat peringatan, sementara debitur belum melaksanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.

Debitur yang wanpretasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.

HAPUSNYA PERIKATAN

Hapusnya Perikatan Pasal 1381 :

-          Pembayaran
-          Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan
-          Pembaharuan utang
-          Perjumpaan utang atau kopensasi
-          Percampuran utang
-          Pembebasan utang
-          Musnahnya barang yang terutang
-          Kebatan atau pembatalan
-          Berlakunya suatu syarat batal
-          Lewatnya waktu.



SUMBER :