Minggu, 06 Oktober 2013

Artikel Perekonomian Indonesia



Nama : Erni Rismayana

NPM   : 22211475

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2 #



A.   Pola Deduktif


Tahun Ini Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,9 Persen
  • Kamis, 29 Agustus 2013 | 07:33 WIB



                                                                   Indonesia | Shutterstock


JAKARTA, KOMPAS.com — Kombinasi persoalan fundamental ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 hanya 5,9 persen, turun dari target 6,3 persen. Inflasi diperkirakan melambung 9,2 persen, jauh di atas target pemerintah dan Bank Indonesia.
Koreksi pertumbuhan ekonomi dari 6,3 persen menjadi 5,9 persen untuk tahun 2013 tersebut disampaikan Menteri Keuangan M Chatib Basri saat rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) di Jakarta, Rabu (28/8/2013). Rapat membahas pokok-pokok kebijakan fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2014. 

Hadir dalam rapat kerja tersebut, antara lain Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana. Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit memimpin rapat selama dua jam tersebut. 

Agus DW Martowardojo dalam sejumlah kesempatan menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 berkisar 5,8 persen hingga 6,2 persen. Namun, trennya mengarah pada batas bawah.
Menurut Chatib, koreksi pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan melambatnya pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Dari yang awalnya ditargetkan 6,9 persen, pertumbuhan investasi mengarah ke 5,3 persen. Dengan demikian, proyeksi sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) pun turun dari 1,7 persen menjadi 1,35 persen. 

Faktor berikutnya adalah ekspor, yang juga tumbuh melambat. Dari target awal 6,6 persen, pertumbuhan ekspor diproyeksikan mengarah ke 4,8 persen. Akibatnya, sumbangannya terhadap PDB turun dari 3,2 persen menjadi 2,3 persen. Sementara pertumbuhan impor yang awalnya diperkirakan 6,1 persen diperkirakan mengarah ke 1,8 persen. 

Adapun konsumsi pemerintah awalnya ditargetkan tumbuh 6,7 persen. Namun, belakangan proyeksinya mengarah menjadi 3,4 persen. Sementara untuk konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi, proyeksi pertumbuhannya naik sedikit menjadi 5,1 persen dari target 5 persen. Sumbangannya terhadap PDB tetap, yakni 2,8 persen. 

”PMTB lebih rendah dari perkiraan kita karena ekspor sektornya melemah, investasinya somehow juga akan melemah,” kata Chatib. 

Pelambatan itu tampak pada kondisi mutakhir. Arus modal pada Agustus sampai dengan 23 Agustus tercatat Rp 4,38 triliun dan asing keluar dari saham. Sementara arus modal asing masuk ke Surat Utang Negara Rp 1,73 triliun. 

Di sisi perdagangan internasional, ekspor pada semester I-2013 turun 6 persen menjadi 90 miliar dollar AS, sedangkan impor turun 2,16 persen menjadi 94,36 persen. Dengan demikian, terjadi defisit senilai 3,31 miliar dollar AS. 

Terkait dengan belanja pemerintah. Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Kuntoro Mangkusubroto di Yogyakarta, Senin lalu, mengatakan, rata-rata realisasi belanja untuk 86 kementerian, lembaga, dan lembaga negara pada semester pertama adalah 26,81 persen. Capaian ini lebih rendah dari capaian pada semester I-2012, yaitu 31,52 persen. 

Inflasi melonjak 

Pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2013 melambung hingga 9,2 persen. Padahal, targetnya 7,2 persen.
”Apabila laju inflasi Agustus 2013 sebesar 1,27 persen serta tren inflasi mengikuti pola pergerakan historis rerata 5 tahun sebelumnya dan potensi tekanan lainnya, laju inflasi tahun 2013 diperkirakan 9,2 persen,” kata Chatib. 

Sementara itu, pembelian kembali saham (buy back) yang dicanangkan pemerintah bagi badan usaha milik negara (BUMN) membuat harga saham menguat. Indeks Harga Saham Gabungan, Rabu (28/8/2013), ditutup naik 58,63 poin (1,48 persen) ke level 4.026,48. 

Pemain di pasar mengakui, berita pembelian kembali oleh emiten dan prediksi tingkat suku bunga acuan atau BI Rate akan naik membuat indeks saham berhasil berbalik arah dari terpuruk hingga 3 persen pada sesi pertama perdagangan. 

Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, mengungkapkan, ada tiga emiten BUMN yang siap melakukan pembelian kembali sahamnya. Namun, dia tidak dapat menyebutkan nama tiga emiten itu.
”Belum dapat kami ungkapkan kepada publik karena baru disampaikan laporan keterbukaan informasinya hari ini (kemarin),” katanya. 

OJK pada Selasa (27/8) mengeluarkan aturan tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Aturan itu memperbolehkan emiten untuk melakukan pembelian kembali tanpa rapat umum pemegang saham. 

Nurhaida menyebut kondisi selama tiga bulan terakhir, yaitu penurunan IHSG mencapai 23,9 persen, sebagai kondisi khusus. Hal tersebut juga dengan pertimbangan tekanan global dan domestik masih berlanjut dianggap menjadi kondisi lain yang memperbolehkan pembelian kembali. 

Dari info yang berkembang di pasar, tiga emiten yang dimaksud Nurhaida adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Semen Indonesia Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk. Namun, saat dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengaku bahwa pihaknya belum melaporkan rencana tersebut ke otoritas. 

Sementara rupiah diproyeksikan di atas asumsi pemerintah. Dalam APBN-P 2013, rupiah diasumsikan Rp 9.600 per dollar AS. Pada RAPBN-P 2014, proyeksinya adalah Rp 9.750. Hari Rabu, kurs tengah BI sudah mencapai Rp 10.950, melemah dari posisi sebelumnya Rp 10.883 per dollar AS. 

Proyeksi terakhir pemerintah adalah nilai rupiah pada tahun 2013 adalah Rp 10.200 per dollar AS dan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 10.000-Rp 10.500 per dollar AS. (las/cas/ben/idr)

Sumber :





B.   Pola Induktif


Tahun Ini Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,9 Persen
  • Kamis, 29 Agustus 2013 | 07:33 WIB
  
                                                               Indonesia | Shutterstock

Jakarta, Rabu (28/8/2013) diadakan rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR). Hadir dalam rapat kerja tersebut, antara lain Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana. Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit memimpin rapat selama dua jam tersebut. 

Agus DW Martowardojo dalam sejumlah kesempatan menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 berkisar 5,8 persen hingga 6,2 persen. Namun, trennya mengarah pada batas bawah.
Koreksi pertumbuhan ekonomi dari 6,3 persen menjadi 5,9 persen untuk tahun 2013 tersebut disampaikan Menteri Keuangan M Chatib Basri saat rapat kerja. Menurut Chatib, koreksi pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan melambatnya pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Dari yang awalnya ditargetkan 6,9 persen, pertumbuhan investasi mengarah ke 5,3 persen. Dengan demikian, proyeksi sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) pun turun dari 1,7 persen menjadi 1,35 persen. 

Faktor berikutnya adalah ekspor, yang juga tumbuh melambat. Dari target awal 6,6 persen, pertumbuhan ekspor diproyeksikan mengarah ke 4,8 persen. Akibatnya, sumbangannya terhadap PDB turun dari 3,2 persen menjadi 2,3 persen. Sementara pertumbuhan impor yang awalnya diperkirakan 6,1 persen diperkirakan mengarah ke 1,8 persen. 

Adapun konsumsi pemerintah awalnya ditargetkan tumbuh 6,7 persen. Namun, belakangan proyeksinya mengarah menjadi 3,4 persen. Sementara untuk konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi, proyeksi pertumbuhannya naik sedikit menjadi 5,1 persen dari target 5 persen. Sumbangannya terhadap PDB tetap, yakni 2,8 persen. 

”PMTB lebih rendah dari perkiraan kita karena ekspor sektornya melemah, investasinya somehow juga akan melemah,” kata Chatib. 

Pelambatan itu tampak pada kondisi mutakhir. Arus modal pada Agustus sampai dengan 23 Agustus tercatat Rp 4,38 triliun dan asing keluar dari saham. Sementara arus modal asing masuk ke Surat Utang Negara Rp 1,73 triliun. 

Di sisi perdagangan internasional, ekspor pada semester I-2013 turun 6 persen menjadi 90 miliar dollar AS, sedangkan impor turun 2,16 persen menjadi 94,36 persen. Dengan demikian, terjadi defisit senilai 3,31 miliar dollar AS. 

Terkait dengan belanja pemerintah. Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Kuntoro Mangkusubroto di Yogyakarta, Senin lalu, mengatakan, rata-rata realisasi belanja untuk 86 kementerian, lembaga, dan lembaga negara pada semester pertama adalah 26,81 persen. Capaian ini lebih rendah dari capaian pada semester I-2012, yaitu 31,52 persen. 

Inflasi melonjak 

Pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2013 melambung hingga 9,2 persen. Padahal, targetnya 7,2 persen.
”Apabila laju inflasi Agustus 2013 sebesar 1,27 persen serta tren inflasi mengikuti pola pergerakan historis rerata 5 tahun sebelumnya dan potensi tekanan lainnya, laju inflasi tahun 2013 diperkirakan 9,2 persen,” kata Chatib. 

Sementara itu, pembelian kembali saham (buy back) yang dicanangkan pemerintah bagi badan usaha milik negara (BUMN) membuat harga saham menguat. Indeks Harga Saham Gabungan, Rabu (28/8/2013), ditutup naik 58,63 poin (1,48 persen) ke level 4.026,48. 

Pemain di pasar mengakui, berita pembelian kembali oleh emiten dan prediksi tingkat suku bunga acuan atau BI Rate akan naik membuat indeks saham berhasil berbalik arah dari terpuruk hingga 3 persen pada sesi pertama perdagangan. 

Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, mengungkapkan, ada tiga emiten BUMN yang siap melakukan pembelian kembali sahamnya. Namun, dia tidak dapat menyebutkan nama tiga emiten itu.
”Belum dapat kami ungkapkan kepada publik karena baru disampaikan laporan keterbukaan informasinya hari ini (kemarin),” katanya. 

OJK pada Selasa (27/8) mengeluarkan aturan tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Aturan itu memperbolehkan emiten untuk melakukan pembelian kembali tanpa rapat umum pemegang saham. 

Nurhaida menyebut kondisi selama tiga bulan terakhir, yaitu penurunan IHSG mencapai 23,9 persen, sebagai kondisi khusus. Hal tersebut juga dengan pertimbangan tekanan global dan domestik masih berlanjut dianggap menjadi kondisi lain yang memperbolehkan pembelian kembali. 

Dari info yang berkembang di pasar, tiga emiten yang dimaksud Nurhaida adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Semen Indonesia Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk. Namun, saat dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengaku bahwa pihaknya belum melaporkan rencana tersebut ke otoritas. 

Sementara rupiah diproyeksikan di atas asumsi pemerintah. Dalam APBN-P 2013, rupiah diasumsikan Rp 9.600 per dollar AS. Pada RAPBN-P 2014, proyeksinya adalah Rp 9.750. Hari Rabu, kurs tengah BI sudah mencapai Rp 10.950, melemah dari posisi sebelumnya Rp 10.883 per dollar AS. 

Proyeksi terakhir pemerintah adalah nilai rupiah pada tahun 2013 adalah Rp 10.200 per dollar AS dan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 10.000-Rp 10.500 per dollar AS. (las/cas/ben/idr)

Berbagai pernyataan tersebut telah di sampaikan dalam rapat kerja yang membahas pokok-pokok kebijakan fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2014. Kombinasi persoalan fundamental ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 hanya 5,9 persen, turun dari target 6,3 persen. Inflasi diperkirakan melambung 9,2 persen, jauh di atas target pemerintah dan Bank Indonesia – Jakarta, Kompas.com

Sumber :