Rabu, 22 April 2015

Pemerintah: BI Rate Masih Terlalu Tinggi

TUGAS SOFTSKILL MINGGU 2

NAMA      : ERNI RISMAYANA

NPM         : 2211475

MATAKULIAH  : AKUNTANSI INTERNATIONAL

Pemerintah: BI Rate Masih
Terlalu Tinggi


Menko Perekonomian Sofyan Djalil saat konfrensi pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, 9 Januari 2015. Sofyan yang mendampingi Jokowi dalam pertemuan dengan delegasi CEO Chevron menyatakan keinginan Chevron berinvestasi infrastruktur migas. Saat ini produksi minyak Chevron di Indonesia, 300 ribu barel/hari. Tempo/Aditia Noviansyah


TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menilai suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 7,5 persen saat ini masih cukup tinggi. “Memang ada harapan bisa turunkan interest rate karena masih cukup tinggi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, di Istana Kepresidenan, Selasa, 25 Februari 2015.

Sebelumnya, menurut Sofyan, Presiden Joko Widodo juga telah mendapat laporan mengenai kondisi perbankan yang baik. Sayangnya, secara umum suku bunga acuan bank sentral itu dinilai masih terlalu tinggi.

Sofyan menuturkan, BI Rate saat ini menjadi refleksi dari kondisi perekonomian tanah air. Jika inflasi bisa ditekan, maka ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
Kendati demikian, pemerintah tak bisa ikut campur dalam penentuan suku bunga acuan perbankan karena kewenangannya mutlak di Bank Indonesia. Namun, pemerintah bisa membantu menciptakan situasi kondusif dengan memastikan pasokan bahan makanan mencukupi, biaya logistik tak tinggi, dan infrastruktur yang memadai.

Dalam kunjungannya ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal tadi pagi, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyinggung soal bunga kredit bank di Tanah Air yang masih cukup tinggi. Akibatnya, biaya investasi di dalam negeri terkerek naik sehingga menyulitkan pengusaha untuk menanamkan modal.
Saat ini suku bunga kredit di Indonesia berkisar di level 10-13 persen, bahkan untuk beberapa kredit mikro dan konsumsi, bunganya lebih dari 15 persen. Karena itu, pemerintah setuju dengan langkah Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen. ''Kami ingin dan mendorong bank-bank agar ikut menurunkan bunga kreditnya,'' ujar Kalla.



KESIMPULAN :
Pemerintah menilai suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 7,5 persen saat ini masih cukup tinggi. BI Rate saat ini menjadi refleksi dari kondisi perekonomian tanah air. Jika inflasi bisa ditekan, maka ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
Kendati demikian, pemerintah tak bisa ikut campur dalam penentuan suku bunga acuan perbankan karena kewenangannya mutlak di Bank Indonesia. Namun, pemerintah bisa membantu menciptakan situasi kondusif dengan memastikan pasokan bahan makanan mencukupi, biaya logistik tak tinggi, dan infrastruktur yang memadai. Soal bunga kredit bank di Tanah Air yang masih cukup tinggi, mengakibatkan biaya investasi di dalam negeri terkerek naik sehingga menyulitkan pengusaha untuk menanamkan modal.
Saat ini suku bunga kredit di Indonesia berkisar di level 10-13 persen, bahkan untuk beberapa kredit mikro dan konsumsi, bunganya lebih dari 15 persen. Karena itu, pemerintah setuju dengan langkah Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen.


SARAN :
Kenaikan BI Rate ini memang diperlukan untuk menangkal tingkat inflasi yang semakin tinggi dan mata uang Rupiah yang semakin melemah. Hal ini menunjukkan bahwa pihak pemerintah tidak hanya bekerja berdasarkan popularitas semata, akan tetapi melihat permasalahan yang sebenarnya dan berusaha mengatasinya.
BI menaikan suku bunga salah satunya dengan tujuan untuk mengendalikan inflasi (menurunkan jumlah uang beredar). BI rate yang terlalu tinggi akan mengakibatkan jumlah dana bank komersial diprioritaskan untuk disimpan di BI agar dapat untung besar. Hal ini akan mengakibatkan kurangnya kucuran dana untuk sektor riil, dan otomatis pergerakan sektor riil terhambat.
                         

source: