Nama : Erni
Rismayana
NPM :
22211475
Tugas :
Artikel Perekonomian Indonesia – (paragraf deduktif)
Ekonomi Indonesia Triwulan II/2013
Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada Triwulan II-2013 mencapai
Rp2.210,1 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp688,9
triliun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan
II-2013 dibanding triwulan I-2013 mencapai 2,61 persen (q-to-q) dan apabila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 mengalami pertumbuhan 5,81
persen (y-on-y). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester
I-2013 dibandingkan dengan semester I-2012 tumbuh 5,92 persen (c-to-c) – (umum).
Pertumbuhan ekonomi triwulan
II-2013 dibandingkan triwulan II-2012 (y-on-y) didorong oleh hampir semua
sektor. Pertumbuhan tertinggi dicapai Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang
tumbuh sebesar 11,46 persen. Sementara bila dibandingkan dengan triwulan I-2013
(q-to-q), pertumbuhan tertinggi dicapai Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
sebesar 4,84 persen.
Pertumbuhan semester I-2013
dibanding semester I-2012 (c-to-c) didukung oleh semua sektor kecuali Sektor
Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 0,70 persen dan
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar
10,73 persen.
Struktur PDB triwulan II-2013
didominasi oleh Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, dan Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran masing-masing memberikan kontribusi sebesar
23,77 persen, 14,98 persen, dan 14,40 persen – (khusus).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
tinggi dinilai belum disertai pemerataan ekonomi hingga ke daerah-daerah. Hal
itu dikarenakan Indonesia telanjur menganut pola pusat pertumbuhan di Jawa
untuk kemudian melakukan distribusi ke daerah-daerah. Sementara pilihan seperti
itu tidak disertai dengan pembangunan infrastruktur yang mendukung distribusi.
Selama ini alokasi pemerintah Indonesia
untuk infrastruktur dinilai sangat minim. Padahal itu penting untuk menyokong
pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan, perbaikan infrastruktur merupakan
satu-satunya jalan yang bisa ditempuh pemerintah di tengah harga-harga
komoditas dunia yang belum akan membaik dalam satu, dua tahun mendatang.
Bank Dunia menyatakan, pemerintah Indonesia harus betul-betul
mengalokasikan anggaran yang besar untuk membangun infrastruktur. Budgeting belanja pemerintah untuk infrastruktur
adalah kuncinya (pertumbuhan ekonomi)," ungkap
Senior Macro Economist World Bank, Asley Tylor dalam
diskusi di Kantor Bank Dunia, BEI, Jakarta, Senin (7/10/2013).
Dalam rilis terbarunya, Bank Dunia menaksir pertumbuhan ekonomi
Indonesia bakal melambat pada 2014, hanya di kisaran 5,3 persen. Ini lebih
rendah dibanding proyeksi pertumbuhan ekonomi 2013 yang sebesar 5,6 persen.
Perlambatan ini, menurut Ekonom Utama Bank Dunia untuk Asia
Timur dan Pasifik, Bert Hofman sedikit banyak memang dipengaruhi oleh shutdown
pemerintah Amerika Serikat, di samping rencana tappering off oleh the
Fed. Namun, Hofman juga mengatakan dampak tersebut bisa diminimalisir jika
pemerintah Indonesia mampu meningkatkan konsumsi domestik.
Daftar pustaka :
http://bisnis.liputan6.com/read/731721/infrastruktur-belum-memadai-buat-biaya-transportasi-melonjak
Nama : Erni
Rismayana
NPM :
22211475
Tugas :
Artikel Perekonomian Indonesia – (paragraf induktif)
Keterlibatan Sektor Keuangan,
Pengentasan Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi
Metrotvnews.com, Jakarta: Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank/ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini
akan berada di kisaran 5,5% sampai dengan 6%. Prediksi ini didasari oleh
pertumbuhan kinerja ekspor yang saat ini cenderung melambat dan melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Demikian informasi itu disampaikan oleh Ekonom Senior ADB,
Edimon Ginting di Jakarta, Jumat (20/9). Menurutnya, salah satu dampak kenaikan
BI rate secara agresif akan berpengaruh secara langsung kepada perlambatan
pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Namun, hal tersebut dinilai wajar karena bertujuan
untuk mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang semakin melebar.
"Sektor konsumsi di Indonesia memang cukup besar dan
dominan, setidaknya memiliki porsi sekitar 65 persen," kata Aviliani Komisaris
Independen PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Ia mengatakan pertumbuhan
ekonomi juga bisa terdorong dengan menyasar sektor pertanian yang selama ini
kesulitan mengakses perbankan. Banyak pembaca The Jakarta Post cukup
terhubungkan dalam pelayanan keuangan, hal serupa tidak dapat dikatakan
bagi lebih dari 50 persen penduduk Indonesia,
terutama mereka yang miskin, dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dan
yang hidup di daerah-daerah yang lebih terpencil di negara ini. Sebabnya adalah
sebagian besar sistem perbankan dan keuangan di Indonesia — seperti halnya di
negara-negara berkembang yang lain — melayani individu dengan penghasilan yang
lebih tinggi atau perusahaan-perusahaan yang berukuran lebih besar terutama di
daerah-daerah perkotaan. Sebagai contoh, seorang pembantu yang bekerja di
Jakarta, dengan gaji bulanan dan tidak memiliki rekening bank, akan sulit untuk
menyisihkan pendapatannya, akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bunga,
akan menanggung risiko kecurian atau risiko kehilangan uangnya, dan ketika
terjadi kejadian yang tidak terduga, tidak akan memiliki simpanan cadangan.
Dampak kumulatif dari
lapisan besar penduduk yang secara efektif tersisihkan dari akses
terhadap pelayanan keuangan formal adalah beban biaya pribadi dan sosial
(private and social cost), yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan dan
pengembangan ekonomi. Hal itu tentu sama sekali tidak menolong upaya
pengentasan kemiskinan, yang juga menjelaskan mengapa Pemerintah Indonesia
makin meningkatkan dukungan kepada penyertaan sektor keuangan (financial inclusion).
Sampai saat ini, data yang tersedia mengenai jenis layanan keuangan yang
dibutuhkan oleh calon nasabah potensial dari penduduk yang belum
terlayani oleh bank di Indonesia masih terbatas. Hanya sedikit yang
memahami akan rintangan yang dihadapi pada sisi permintaan. Hal ini berlawanan
dengan berlimpahnya informasi dan analisis yang tersedia tentang akses terhadap
kredit untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) – (khusus).
Sektor keuangan (financial inclusion), bertujuan menciptakan kesejahteraan
ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, dengan membangun sistem keuangan yang
mudah diakses masyarakat dengan biaya terjangkau – (umum).
"Sektor pertanian harus menjadi sasaran utama keuangan
inklusif. Apalagi, dari sekitar 233 juta penduduk Indonesia, 40 juta jiwa di
antaranya merupakan masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian," kata
Aviliani Komisaris Independen PT Bank Rakyat
Indonesia (BRI).
Jadi, apa saja pilihan untuk meningkatkan akses terhadap layanan
keuangan/keterlibatan sektor keuangan di Indonesia di masa depan? Satu pilihan
yang telah dicoba dengan tingkat keberhasilan yang cukup pada beberapa negara
lain adalah bagi bank-bank untuk menawarkan layanan perbankan dasar, atau
rekening “tanpa embel-embel” (no frills account). Pilihan ini telah diuji-cobakan
oleh beberapa bank di Indonesia dengan dukungan dari Bank Indonesia, dengan
nama “TabunganKu”. Rekening tabungan berfasilitas minimum tersebut dapat
menjadi titik awal pembelajaran masyarakat akan produk-produk dan layanan
keuangan lainnya. Mendorong orang-orang untuk menggunakan rekening tabungan
berfasilitas minimum tersebut secara sepenuhnya dan secara berangsur-angsur
membantu mereka untuk bergerak menuju rekening tabungan reguler dan sepenuhnya
menggunakan seluruh jajaran layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan
mereka adalah kunci menuju peningkatan keterlibatan keuangan.
Daftar pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar