Yogyakarta, CyberNews. Guru besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM Prof Dr Ir Mochammad Maksum MSc menilai, lonjakan harga bahan kebutuhan pokok dan komoditas pertanian menjelang Lebaran terus meningkat tajam. Meski kenaikan harga tersebut ditenggarai akibat meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk menghadapi Lebaran.
Namun kenaikan harga itu dinilai tidak wajar dan membebani rakyat kecil. ''Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat yang sedang menjalankan ibadah puasa,'' katanya dalam seminar di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK).
Dia menyebutkan, beberapa komoditas barang kebutuhan pokok melonjak tajam. Berdasarkan hasil pengamatannya, kenaikan harga beras telah menyebabkan inflasi sebesar 22%, diikuti daging ayam sebesar 19%. Menyusul kenaikan harga daging sapi, gula, dan kacang tanah. ''Harga pasar beberapa komoditas pangan justru semakin tidak terjangkau publik, kalau daging sapi harganya lebih melejit lagi,'' katanya.
Untuk komoditi beras, katanya, merupakan komoditas paling strategis. Namun pengelolaan komoditi pangan pokok itu tidak pernah dibenahi secara serius. Kebijakannya pun, ujarnya, terkesan tambal sulam. Dicontohkan, surplus produksi besar sebesar 3,9 juta ton tahun 2010, tidak serta merta menjadikan pemerintah berupaya menghentikan kebijakan impor beras.
Sebaliknya pemerintah mengimpor 2 juta ton beras. Bahkan, akumuluasi surplus beras yang diperkirakan mencapai 11,9 juta ton pada akhir tahun 2011 dan ditambah 6 juta ton surplus produksi. ''Kebijakan impor ini justru menjadikan petani tidak sejahtera, di sisi lain pemerintah menginginkan harga beras murah,'' tuturnya.
Dikatakan, meski kebijakan importasi merupakan kegiatan lumrah dalam tata niaga. Akan tetapi untuk urusan beras, tidak semata hanya masalah ekonomis, apalagi menilai harga beras impor lebih murah. ''Prinsip ini sangat menyesatkan, karena dalam sebutir beras terdapat pula urusan politik, kedaulatan, keadilan,'' katanya.
Oleh karena itu, kebijakan impor beras seharusnya ditinjau ulang oleh pemerintah dalam rangka memproteksi petani dan pertanian domestik untuk menjaga keberlanjutan produksi beras ditengah kelangkaan pangan dunia. Kini, hampir setiap negara melakukan kebijakan protektif dan menekan ekspor dalam rangka kedaulatan dan keamanan pangan masing-masing.
Thailand dan Jepang misalnya, menerapkan kebijakan proteksi produksi berasnya, Rusia dengan kebijakan terigunya. Sementara Amerika, Australia dan beberapa negara Eropa melindungi produksi ternak sapi. ''Perang pangan pun sudah dimulai. China dan India telah melakukan penguatan cadangan ''multiyears'','' ujarnya.
Secara tegas Prof Maksum menyarankan, agar kebiasaan impor beras yang dilakukan pemerintah segera diakhiri. ''Pilihannya memang tidak mudah, semua ada kosekuensinya. Yang tidak bisa ditawar adalah makin susah dan mahalnya impor. Apalagi sampai mematikan ekonomi petani, mayoritas warga bangsa ini,'' tambahnya.
(sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/08/07/92972/Kenaikan-Harga-Pangan-Bebani-Rakyat-Kecil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar